Pendiri Universitas Yeshiva yang Selamat untuk Keadilan mengkritik peran presiden Universitas Yeshiva dalam pelantikan Trump

BARU YORK — Pendiri Yeshiva University Survivors for Justice (YUSJ) Mordechai I. Twersky mengkritik keras Rektor Universitas Yeshiva, Rabi Dr. Ari Berman karena setuju untuk menyampaikan doa syukur pada pelantikan Presiden terpilih Donald Trump. Kritik Twersky, yang diterbitkan hari ini di The Times of Israel dengan judul “Panggung yang Bukan Milik Anda,” menimbulkan pertanyaan tajam tentang nilai-nilai dan warisan YU.
“Tahap ini, saat ini, bukanlah masa yang tepat untuk seorang rabi, khususnya yang institusinya masih bergulat dengan kegagalan moralnya sendiri,” tulis Twersky. “Rektor YU memimpin sebuah universitas yang terlibat dalam salah satu dugaan skandal pelecehan terbesar dalam sejarah Negara Bagian New York – sebuah skandal yang ditandai dengan diam selama beberapa dekade, dugaan menutup-nutupi, dan terus adanya penolakan terhadap akuntabilitas.”
Twersky menggarisbawahi bobot sejarah masa lalu Universitas Yeshiva, sebuah universitas yang pernah menganugerahkan gelar kehormatan kepada tokoh-tokoh seperti Albert Einstein dan perdana menteri Israel, sambil mempertanyakan bagaimana seorang pemimpin lembaga semacam itu dapat menyelaraskan dirinya dengan seorang presiden yang rekam jejaknya, menurutnya, tetap bertahan. sangat kontras dengan nilai-nilai moral Yahudi.
“Namun panggung pelantikan presiden ini bukan milik mereka, dan juga bukan milik kita,” tulis Twersky. “Itu milik seorang pria yang memiliki sejarah retorika dan tindakan yang memecah belah – terhadap perempuan, minoritas, pers, dan bahkan Yahudi – sangat kontras dengan cita-cita etika dan spiritual yang ingin dijunjung oleh YU.”
Twersky juga menyoroti apa yang dilihatnya sebagai konflik berkelanjutan antara citra publik YU dan pergulatan internalnya:
“Penjajarannya sangat mencolok: sebuah universitas yang pernah memperjuangkan kepemimpinan moral dan intelektual Yahudi kini berdiri di panggung yang melambangkan apa pun. Bahwa seorang rabbi-rektor sebuah universitas Yahudi, yang memimpin dugaan penyembunyian dugaan kejahatan pelecehan, akan muncul di panggung ini adalah hal yang ironis sekaligus meresahkan.”
Ia merefleksikan implikasi sejarah yang lebih luas, dengan menyamakannya dengan para pemimpin Yahudi yang sebelumnya memberikan restu dan legitimasi kepada para pemimpin dengan kedok diplomasi, bahkan pada periode sejarah yang paling kelam. Twersky mempertanyakan apakah momen ini mungkin menjadi babak lain dalam cerita itu.
Twersky mengakhiri kritiknya dengan seruan serius untuk bertindak bagi Universitas Yeshiva:
“Piagam Universitas Yeshiva, yang dulunya merupakan mercusuar integritas intelektual dan spiritual, kini terasa seperti ikatan sampah. Satu-satunya pertanyaan yang masih tersisa adalah apakah YU akan mengakui momen ini sebagai seruan untuk melakukan refleksi dan pengalihan – atau malah melipatgandakan jalannya menuju kebangkrutan moral.”
###
Kontak:
Mordechai Twersky
Universitas Yeshiva yang Selamat untuk Keadilan
914-496-4369
[email protected]
Penafian: Pandangan dan opini yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan kebijakan atau posisi resmi RNS atau Religion News Foundation.